kickstand-project.org – William Soerjadjaja, dikenal sebagai Tjia Kian Liong, telah mengukir nama dalam sejarah industri otomotif Indonesia dengan mendirikan Astra International. Perusahaan ini, yang menguasai lebih dari setengah pasar mobil di Indonesia, adalah rumah bagi merek-merek ternama seperti Toyota, Daihatsu, Isuzu, Nissan, Lexus, Peugeot, dan BMW. Sejak 1957, Astra telah berkembang menjadi simbol kemakmuran dan kejayaan keluarga Soerjadjaja.
Krisis Finansial dan Jatuhnya Bank Summa
Titik balik dalam narasi Astra terjadi pada akhir 1980-an, ketika Edward Soerjadjaja, putra sulung William, mengambil alih Bank Agung Asia yang kemudian berganti nama menjadi Bank Summa. Bank ini berkembang pesat dan termasuk dalam jajaran bank swasta terkemuka di Indonesia. Namun, krisis finansial melanda pada tahun 1991, akibat gagal bayar oleh kontraktor dan hutang luar negeri yang tinggi.
Penjualan Saham Astra untuk Menyelamatkan Bank Summa
Dalam menghadapi krisis yang menimpa Bank Summa, William Soerjadjaja dihadapkan pada keputusan sulit untuk menjual mayoritas saham Astra International. Penjualan saham dilakukan di bawah harga pasar, mengakibatkan hilangnya kontrol keluarga atas konglomerat yang telah mereka bangun.
Tudingan Konspirasi Politik
Sejalan dengan peristiwa ekonomi tersebut, muncul spekulasi mengenai adanya konspirasi politik yang bertujuan menjatuhkan William Soerjadjaja. Hal ini didasarkan pada sikap independen William yang tidak selaras dengan pemerintahan Presiden Soeharto. William dikenal karena profesionalismenya dan hubungan dekat dengan tokoh-tokoh politik oposisi, serta sikapnya yang tidak menuruti permintaan pemerintah untuk berkontribusi di luar jalur resmi.
Kontroversi Penanganan Krisis Bank Summa
Pencabutan kliring Bank Summa oleh otoritas keuangan menambah bumbu pada spekulasi politik, dengan beberapa pihak menduga bahwa kebangkrutan bank tersebut tidak terjadi secara alami melainkan karena manipulasi politik.
Pergeseran Kepemilikan Astra Pasca-Krisis
Setelah krisis, struktur kepemilikan Astra berubah secara signifikan, dengan pemegang saham baru seperti Putra Sampoerna dan Toyota Jepang masuk ke dalam gambaran. Upaya reintegrasi William Soerjadjaja ke dalam Astra pada masa pemerintahan Megawati dan Gus Dur tidak berhasil, dan Astra berpindah tangan dari pendiri aslinya.
Kisah William Soerjadjaja dan Astra International menggambarkan kerumitan hubungan antara kekuatan bisnis dan politik di Indonesia. Meskipun bukti konkret tentang teori konspirasi yang menyebabkan jatuhnya Astra masih menjadi misteri, perubahan yang terjadi dalam kepemilikan Astra telah menandai akhir dari era William Soerjadjaja dalam industri otomotif Indonesia.